PAKAN ALAMI DALAM BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR
Budidaya ikan air
tawar sekarang telah menjadi sebuah kegiatan agribisnis yang tak terpisahkan
dengan industri pakan ikan. Hingga ikan mas, lele, nila (mujair), bawal air
tawar, patin (pangasius), gurami dan terakhir yang sedang trend adalah udang
galah; semuanya sangat tergantung pada pakan buatan industri besar. Pakan ikan
air tawar tersebut sebenarnya sama dengan pakan untuk unggas, yang di kalangan
peternak/petani ikan dikenal dengan nama pelet. Kisaran harga pelet, saat ini
antara Rp 5.000,- sd. Rp 8.000,- per kg. Komponen biaya pakan dalam budidaya
ikan air tawar mencapai 70% dari seluruh komponen biaya. Hingga petani ikan
yang ingin meningkatkan keuntungannya, pertama-tama harus melakukan penghematan
pada komponen biaya pakan.
Cara penghematan
pakan ikan, selama ini dilakukan oleh petani dengan berbagai cara. Gurami
diberi pakan hijauan berupa daun keladi (sénţé). Sampai sekarang, pemilik
empang di pedesan Jawa Barat dan Jawa Tengah, masih memanfaatkan tinja sebagai
pakan tambahan bagi ikan mas piaraan mereka. Meskipun ikan dari empang demikian
dengan WC umum demikian, volumenya sangat kecil hingga tidak pernah sempat
masuk pasar. Para peternak lele dan patin, biasa meramu pakan sendiri dari
dedak halus, ampas tahu, tepung tapioka, tepung jagung dan daging ayam mati
dari peternakan. Bahan tersebut dicampur, diberi air, digiling, ditambah
vitamin dan dikukus. Bahan-bahan lain seperti pupa (kepompong) ulat sutera,
cacing, siput, bekicot dll. juga mereka manfaatkan untuk bahan pakan tambahan.
Para petani tambak
bandeng, selama ini sudah terbiasa memanfaatkan plankton yang mereka sebut
"klékap" sebagai bahan pakan alami bagi bandeng mereka. Proses
penumbuhan plankton harus dilakukan dengan pengeringan kolam, empang atau
tambak. Pengeringan biasanya dilakukan sekalian dengan pengerukan lumpur yang
digunakan untuk memperkuat dan marapikan tebing serta pematang. Proses
pengeringan ini bisa berlangsung antara 1 minggu sd. 1 bulan, tergantung
intensitas sinar matahari. Fungsi pengeringan selain untuk proses penumbuhan
plankton, juga agar hama dan bibit penyakit ikan mati. Terutama penyakit akibat
bakteri dan virus. Sebab air yang tergenang terlalu lama, potensial untuk
menumbuhkan plankton, sekaligus juga virus dan bakteri pengganggu ikan. Para
petani tambak biasa menggunakan tembakau dan biji teh untuk membunuh bakteri,
virus dan hama lain pengganggu tambak.
Selain pengerukan
lumpur, kalau perlu juga dilakukan pencangkulan dan pembajakan dasar kolam.
Setelah kolam benar-benar kering dan rapi, ditaburkan pupuk kandang dan urea.
Dosisnya seperti kalau menanam padi. Misalnya pupuk kandangnya 5 ton per hektar
dengan urea 1 sd. 2 kuintal. Untuk lebih meningkatkan kesuburan air kolam, bisa
ditambahkan pula zat perangsang tumbuh (ZPT) seperti Atonik atau Dekamon.
Setelah itu tambak digenangi air. Kalau tambak air payau, maka yang digenangkan
air tawar (dari sungai) dicampur dengan air laut. Kalau kita akan memelihara
ikan air tawar, maka air yang digenangankan hanya air tawar. Selanjutnya kolam
atau tambak dibiarkan terkena sinar matahari sampai menjadi hijau. Proses ini
bisa berlangsung dari satu minggu sampai satu bulan, tergantung dari intensitas
sinar matahari dan tingkat kesuburan air.
Kolam yang sudah
hijau ini telah dipenuhi dengan ganggang (algae) yang oleh masyarakat luas
sering disebut salah (salah kaprah) sebagai "lumut" . Ada banyak
ragam algae, mulai dari ganggang biru (Cyanophyta), ganggang hijau
(Chlorophyta), ganggang cokelat (Dinophyceae), ganggang kuning (Chrysophyceae),
ganggang merah (Rhodophyceae) dan ganggang kersik (Diatomeae). Hingga
sebenarnya, warna air yang subur, akan sangat tergantung dari jenis algae yang
tumbuh di sana. Namun pada umumnya yang paling banyak tumbuh di kolam ikan
adalah ganggang hijau. Selain ditumbuhi algae, kolam yang subur juga akan
dihuni cacing, jentik nyamuk, larva capung, kumbang air, kepik, kutu air dll.
Kumpulan algae dan macam-macam hewan renik (mikro) inilah yang di kalangan
peternak ikan disebut sebagai plankton.
Kesuburan kolam
demikian, akan tetap terjaga apabila aliran air tidak cukup deras. Apabila
aliran air cukup deras, maka algae dan macam-macam hewan renik itu tidak akan
mampu tumbuh dengan baik hingga membentuk koloni. Misalnya di kolam air deras.
Bahkan pemeliharaan ikan di karamba, baik karamba sungai, danau, waduk maupun
laut, juga sulit untuk memanfaatkan pakan alami berupa algae dan hewan renik.
Sebab air dalam karamba merupakan satu kesatuan dengan seluruh volume air dalam
kali, danau, waduk atau laut. Pemeliharaan ikan dalam karamba di danau Toba
yang sangat luas itu pun, telah mengakibatkan ekosistem perairan alam menjadi
rusak. Sebab jumlah karamba dan populasi ikan tidak pernah dihitung dengan
baik, hingga memenuhi syarat maksimal daya dukung danau tersebut. Akibat
banyaknya karamba di danau Toba, kotoran ikan serta pakan yang tidak termakan
mengendap di dasar perairan, membusuk dan mencemari air danau.
Rekayasa air
untuk memproduksi pakan alami dalam budidaya ikan, hanya bisa dilakukan pada
kolam, empang atau tambak yang debit airnya bisa diatur. Debit yang konstan ini
akan mengakibatkan pertumbuhan plankton menjadi optimal. Namun juga ada
bahayanya apabila debit airnya sangat kecil. Pada siang hari algae, terutama
ganggang hijau, akan memproduksi oksegen yang cukup banyak bagi kebutuhan
seluruh ikan atau udang dalam tambak tersebut. Tetapi pada malam hari
fotosintesis terhenti. Padahal algae itu pada malam hari juga memerlukan
oksigen meskipun dalam volume yang sangat kecil. Akibatnya pada malam hari
kolam, empang atau tambak tersebut akan kekurangan oksigen. Lebih-lebih kalau
padat penebarannya tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut, para petambak dan
petani ikan memanfaatkan kuncir air untuk meningkatkan ketersediaan oksigen.
Selain dengan kincir air, untuk mengatasi kekurangan oksigen ini bisa dilakukan
pula penambahan debit air apabila sumbernya memungkinkan. Apabila tidak
mungkin, bisa dilakukan rotasi dengan menggunakan pompa serta filter.
Meskipun kita
telah berhasil meningkatkan kesuburan air kolam secara optimal, namun
pemeliharaan ikan dengan memanfaatkan pakan alami 100%, juga tidak akan
ekonomis. Sama tidak ekonomisnya dengan apabila kita hanya mengandalkan pakan
buatan 100%. Sebab apabila yang dipelihara ikan carnivora, seperti lele, gabus,
patin dll, maka mereka akan kanibal. Hingga populasi ikan akan meyusut dengan
sangat drastis. Contohnya adalah pemeliharaan belut di dalam bak atau drum yang
diberi lumpur, batang pisang, pupuk kandang dll. hingga tingkat kesuburannya
sangat tinggi. Ke dalam bak tersebut kemudian kita lepaskan 100 ekor anak
belut, tanpa kita beri tambahan pakan apa pun. Setelah tiga bulan bak atau drum
itu dibongkar, maka yang tersisa hanya sepasang belut jantan dan betina. Belut
lain sudah saling makan hingga yang tinggal hanya dua ekor itu saja. Lain
halnya kalau ke dalam bak atau drum belut itu tiap tiga hari sekali kita
benamkan bangkai ayam, bebek atau telur-telur yang tidak menetas yang telah
direbus terlebih dahulu. Dalam jangka waktu hanya dua bulan, 100 ekor anak
belut itu sudah akan berubah menjadi belut dengan ukuran satu jari orang dewasa
dan gemuk-gemuk.
Ke dalam kolam
yang paling subur sekalipun, sebaiknya tetap perlu ditambahkan pakan
alami lain. Bagi ikan-ikan karnivora, perlu diberikan cacing, bekicot, bangkai
ayam dll dalam volume yang sesuai dengan populasi ikan yang ditebar. Kalau yang
dipelihara ikan-ikan herbivora, misalnya gurami, maka perlu ditambahkan
daun-daunan dalam jumlah cukup. Pakan alami ini selain mampu meningkatkan
keuntungan karena bisa mengurangi kebutuhan pakan pabrik, sekaligus juga akan
meningkatkan kualitas daging ikan. Gurami yang hanya diberi pelet misalnya,
kualitas dagingnya akan lembek dan kurang padat. Dengan dipelihara di kolam
yang subur, dengan pakan tambahan berupa daun keladi, maka kualitas dagingnya
akan makin padat. Kualitas daging ikan ini akan berpengaruh pada harga jual
produk akhirnya berupa ikan konsumsi.
Pada pemeliharaan
udang galah misalnya, tingkat kesuburan kolam akan sangat berpengaruh terhadap
tingkat pertumbuhan dan konversi pakan. Namun khusus dalam pemeliharaan udang
galah, terutama dengan tingkat penebaran tinggi, penggunaan tali, misalnya tali
rafia yang direntangkan di seluruh kolam, akan meningkatkan produksi. Sebab
kebiasaan udang agak berbeda dengan ikan. Udang tidak biasa berenang melainkan
merayap. Di alam, udang akan merayap pada tumbuhan air, akar tanaman dll. Tanpa
adanya tanaman air, udang hanya akan merayap pada dasar kolam. Aktivitas udang
dengan populasi padat di dasar kolam itu, akan mengakibatkan tingginya tingkat
kanibalisme. Dengan adanya tali-tali yang terentang di kolam, maka tingkat
kanibalisme bisa diturunkan. Dengan kolam yang kesuburannya optimal, maka hewan
renik dan algae akan ikut mempercepat pertumbuhan udang. Selain pakan buatannya
bisa dihemat, kualitas daging udangnya juga akan lebih baik.
Pada ikan-ikan
karnovora, misalnya belut, pencegahan kanibalisme bisa dilakukan dengan menaruh
buluh bambu atau potongan pipa PVC (pipa pralon) di sepanjang pinggir kolam.
Ikan-ikan karnovora seperti belut, sidat, lele dan gabus akan senang
bersembunyi di buluh bambu atau potongan pralon tersebut, hingga tingkat
kanibalismenya akan turun. Kalau suplai cincangan cacing. bekicot atau bahan
hewani lainnya cukup, maka kolam yang subur tersebut akan mampu mempercepat
pertumbuhan ikan karnivora mencapai optimal. Kecuali lele dan patin, ikan
karnivora seperti gabus, betutu, sidat dan belut agak sulit untuk mengkonsumsi
pelet. Karenanya, kolam yang subur dengan suplai pakan tambahan berupa limbah
pemotongan hewan menjadi mutlak diperlukan.
sumber: http://foragri.blogsome.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.